AN-IN-UN!
AN-IN-UN.... BAN-BIN-BUN... TAN-TIN-TUN...
Masih inget, nggak? Dulu waktu kecil kita belajar baca al-Qur'an seperti ini, kan?
Tapi...
Pernah nggak kita sekali waktu merenung. Misalnya di tengah malam yang sunyi. Di teras rumah. Sambil memandangi rembulan dan taburan gemintang. Bersama suara jangkrik dan hembusan angin malam yang dingin.
Pernah nggak sekali waktu kita bertanya dalam hati: Apa fungsi harokat akhir pada sebuah kata? Kenapa bisa berubah? Kenapa kadang dhommah,kadang fathah, kadang kasroh?
Coba saja lihat di al-Qur’an. Kenapa kadang lafazh Allah berharokat akhir DHOMMAH, kadang FATHAH, dan kadang KASROH. Kenapa, coba?
Naah...!
Begini...
Harokat akhir kata dalam bahasa Arab itu bisa berpengaruh besar terhadap maksud dari sebuah kalimat. Kadang, beda harokat sedikit saja, bisa menyebabkan perbedaan maksud yang jauh. Bahkan kadang bisa berakibat fatal kalau salah memberi harokat akhir.
Ada dua buah cerita menarik yang menunjukkan tentang pentingnya kita menentukan harokat akhir kata dengan tepat. Tidak boleh asal-asalan. Ceritanya saya ambil dari sebuah Kitab Nahwu berjudul At-Ta’liqoot al-Jaliyyah ‘ala Syarh al-Mukaddimah al-Aajrumiyyah, karya Abu Anas Asyraf bin Yusuf bin Hasan, halaman 50.
Begini ceritanya...
✏Cerita Pertama
Cerita pertama ini tentang dialog antara Abul Aswad ad-Duali dengan putrinya. Suatu hari, putrinya berkata kepadanya:
مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ
Dia men-DHOMMAHKAN kata “أَحْسَنُ” dan meng-KASROHKAN kata “السَّمَاءِ”.
Abul Aswad mengira putrinya sedang bertanya tentang sesuatu yang paling indah di langit. Diapun spontan menjawab:
أَيْ بُنَيَّةُ، نُجُوْمُهَا
“Wahai putriku, bintang-bintangnya”.
Tapi putrinya malah menyanggahnya. Sebab, dia tidak sedang bertanya. Dia sedang takjub dengan keindahan langit.
Abul Aswad pun kemudian faham bahwa putrinya telah salah dalam memberikan harokat akhir kata. Mestinya putrinya itu mem-FATHAHKAN kata “أحسن” dan kata “السماء”. Bukannya malah men-DHOMMAHKAN kata “أحسن”dan meng-KASROHKAN kata “السماء”.
Dia lalu membimbing putrinya seraya berkata:
إِذًا قُوْلِيْ: مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ
“Kalau begitu, katakanlah: “Maa ahsana as-samaa-a!” (Alangkah indahnya langit itu!)”
(SELESAI CERITA)
Tuh kan…. Jauh banget kan artinya?!
Beda harokat akhir sedikit saja bisa memberi perbedaan maksud yang jauh sekali. Saya ulang di sini perbedaan dari kedua kalimat di atas.
مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ
“Apa yang paling indah dari langit itu?”
(Redaksi kalimatnya berupa PERTANYAAN)
Tapi kalau...
مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ
“Alangkah indahnya langit itu!”
(Redaksi kalimatnya berupa PERNYATAAN TAKJUB)
Ini cerita pertama…
✏Cerita Kedua
Kisah kedua tentang kesalahan seorang Arab dalam membaca QS. Al-Taubah ayat 3.
أن الله برىء من المشركين و رسوله
Dia mengKASROHKAN kata “رسول”. Mestinya berharokat akhir DHOMMAH.
Kemudian seorang Arab badui mendengar bacaan orang ini. Si Arab badui ini pun kemudian berkata, “Benarkah Allah telah berlepas diri dari Rasul-Nya? Kalau begitu aku juga akan berlepas diri darinya”.
Hal ini pun kemudian sampai ke telinga Umar bin al-Khathab radhiyallahu ‘anhu. Dia pun berkata kepada Si Arab badui ini, “Wahai badui! Apakah engkau berlepas diri dari Rasulullah?!”
Si Arab badui ini pun menjawab, “Wahai Amirul Mu’minin. Sungguh aku pernah datang ke Madinah. Waktu itu aku tidak punya pengetahuan tentang al-Qur’an. Akupun kemudian meminta orang untuk membacakan al-Qur’an kepadaku. Dia pun membacakan surat ini:
أن الله برىء من المشركين و رسوله
Lalu, aku pun berkata,” Apakah Allah telah berlepas diri dari Rasul-Nya? Kalau begitu aku juga akan berlepas diri darinya”.
Umar berkata, “Wahai badui, bukan begitu bacanya!”
Umar lalu membetulkan cara membaca ayat itu. Setelah kejadian itu, Umar melarang membacakan al-Qur’an kecuali orang yang faham bahasa Arab. Dia pun kemudian memerintahkan Abul Aswad Ad-Duali untuk menyusun kaidah dasar ilmu Nahwu.
(SELESAI CERITA)
Sobat…
Tahukah Antum, apa bedanya jika kata “رسول” dibaca DHOMMAH dengan dibaca KASROH?
Ini dia bedanya:
[JIKA DIBACA DHOMMAH]
أن الله برىء من المشركين و رسولُه
“Bahwasanya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik”
[JIKA DIBACA KASROH]
أن الله برىء من المشركين و رسولِه
“Bahwasanya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya”
Jauh sekali bedanya, bukan?! Kita akan faham hal ini jika kita sudah BELAJAR BAHASA ARAB.
Jadi, kalau Antum mau tau penjelasan rinci kedua cerita di atas, ya Antum harus belajar bahasa Arab dulu. Fahami kaidah Nahwu dulu. Kalau Antum belum pernah belajar, nanti nggak nyambung kalo saya jelasin juga.
Ujung-ujungnya nanti bisa "Jaka Sembung bawa baskom". Nggak nyambung, Om!
*****
Makanya nih…
Untuk meminimalisir kesalahan yang semisal ini, kita kudu belajar bahasa Arab. Supaya kita jadi tau, kapan seharusnya ngasih harokat dhommah, fathah, kasroh, dan sukun. Jangan sampai kita salah ngasih harokat yang menyebabkan salah arti. Bisa bahaya nanti!
Alhamdulillaah
Semoga dua kisah yang saya sampaikan tadi bermanfaat dan bisa membuat kita semakin semangat untuk belajar bahasa Arab.
Wassalam.
Sumber: MHI
0 Response to "AN-IN-UN!"
Post a Comment