-->

Orang Dekat Kita Lebih Berhak atas Kebaikan Kita

Orang yang lebih dekat kepada kita yaitu keluarga kita, lebih berhak mendapatkan perlakuan baik kita.

Orang yang lebih dekat kepada kita yaitu keluarga kita, lebih berhak mendapatkan perlakuan baik kita. Yaitu Ibu, lalu bapak, lalu istri, anak, paman, bibi, kerabat, dan seterusnya. Kesalahan yang sering dilakukan seseorang, dirinya lebih perhatian kepada orang jauh tapi kurang terhadap orang-orang yang ada di rumah dan sekelilingnya. Kepada orang jauh sering tersenyum dan berkata lembut, tapi kepada anak dan istri selalu bermuka tegang dan berucap kasar. Ini tidak boleh terjadi.

Ada juga, orang gemar membantu orang-orang miskin di seberang. Tapi terhadap fuqara’ dari kerabatnya dan orang di sekitar rumahnya dari bantuannya. Sikap seperti ini tidak dibenarkan. Ringkasnya, jangan sampai orang yang jauh lebih sering mendapatkan kebaikan kita daripada keluarga maupun kerabat dekat.

Agama memberi iming-iming pahala yang begitu besar bagi setiap perbuatan baik. Semakin sulit perbuatan baik tersebut, semakin besar imbalannya. Termasuk dalam hal ini, berbuat baik kepada keluarga. Setiap materi yang diberikan, kalimat baik yang diucapkan, sikap baik yang ditunjukkan, semua bernilai sedekah.

Jika ada dua orang sama-sama miskin, yang lebih dulu diberi adalah yang paling dekat kekerabatannya dengan kita. Jika ada dua orang yang sama-sama butuh diajarkan, yang paling di depan juga yang terdekat dengan kita. Jika ada orang yang sama-sama butuh ditolong, yang diprioritaskan adalah yang hubungan kerabatnya lebih dekat dengan kita.

Mendapatkan pahala dari berbuat baik kepada keluarga tampaknya menjadi sangat mudah, tapi sesungguhnya juga bisa sangat sulit. Dikatakan Mudah, karena kecil sekali kemungkinan niat akan tercemar. Dikatakan Sulit, karena tidak ada pamrih lahir yang ingin diraih. Sebagai makhluk jasadi, pertimbangan-pertimbangan lahir, lebih sering mendasari sikap diri terhadap orang lain.

Karena lebih mudah diindera, manis dan pahitnya juga langsung terasa. Berbeda dengan imbalan batin, nikmatnya tak langsung terasa lezat, ruginya tak langsung tampak di depan mata. Untuk dinilai baik oleh orang lain, hanya diperlukan beberapa kali perbuatan baik, hingga kita sampai pada penilaian itu. Sedangkan kepada keluarga, itu belum cukup. Namun, mesti dilakukan secara persisten. Karena merekalah orang-orang terdekat dalam lingkaran hidup kita.

Kebaikan perlakuan kita mereka yang pertama menerimanya, begitu pun buruknya sikap kita mereka juga yang pertama menderita. Mereka juga manusia yang terdekat dengan kita. Sehingga, potensi konflik pun semakin tinggi.

Berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, itu wajar.
Berbuat baik kepada orang yang tidak menyakiti kita, itu baik.
Berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita, itu baru luar biasa.
Dan itu biasanya terjadi di dalam dan terhadap keluarga kita sebelum kepada orang lain.

Maka, upayakan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan di luar rumah, kepada atasan kita, kepada teman sejawat, bisa kita lakukan juga di rumah. Jika kita mudah tersenyum, ringan tangan membantu orang lain, pastikan ayah, ibu, suami, istri, dan anak-anak anda mendapatkan hal serupa. Jika kita mudah sekali bersikap ramah terhadap orang lain, pastikan juga seperti itu pula yang anda lakukan di rumah

Sekecil apa pun kebaikan yang kita lakukan terhadap orang lain, pastikan pula keluarga kita sudah merasakannya. Berbuat baik kepada keluarga adalah bentuk ketulusan yang paling murni, dan keikhlasan yang sejati. Di hadapan keluarga, tidak ada citra yang mesti dijaga, tidak ada pamrih yang ditagih, tidak ada imbalan yang dinantikan. Maka, kebaikan kepada ayah, ibu, suami, istri, dan anak-anak, itu semata karena ingin berbuat baik kepada mereka, sembari mengharap pahala dari Sang Pencipta.

Dari Uqbah bin Abi Mu'ith, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

“Sedekah kepada muslim adalah sedekah, sedangkan kepada kerabat (keluarga) adalah sedekah dan silaturahim.”
(HR Tirmizi dan Nasai).

Sebaik-baik Kalian yang Paling Baik pada Keluarga

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku yang paling baik terhadap keluargaku, dan apabila mati seorang dari keluarga kalian maka tinggalkanlah dia.”
[HR. At-Tirmidzi dari Aisyah radhiyallahu’anha, Ash-Shahihah: 285]

Beberapa Pelajaran,

1.Diantara ukuran dan patokan kebaikan seseorang adalah kebaikan akhlaknya kepada keluarganya

Sehingga tidaklah seseorang itu menjadi baik walau ia telah melakukan sholat, puasa, zakat dan berbagai macam ibadah sebelum ia berakhlak baik kepada keluarganya, maka dalam hadits ini terdapat petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk berakhlak mulia kepada keluarga, yang mencakup istri-istri dan seluruh kerabat
(lihat Al-Mirqoh: 5/2155)

2.Motivasi untuk menyambung dan menjaga hubungan kekerabatan dan tidak boleh memutuskannya.
(lihat Faidhul Qodir, 3/495)

3.Anjuran untuk memberi manfaat kepada keluarga, baik manfaat agama maupun dunia
(lihat Faidhul Qodir, 3/496)

4.Keluarga adalah pihak yang paling berhak untuk mendapatkan kebaikan kita sebelum yang lainnya

Asy-Syaikhul Faqih Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

“Maka sepatutnya bagi seseorang untuk keluarganya menjadi:
- Sebaik-baik teman
- Sebaik-baik orang yang mencintai
- Sebaik-baik pendidik
Karena keluarga adalah pihak yang paling berhak untuk mendapatkan akhlak baikmu dari pada selain mereka.”
[Syarhu Riyadhis Shaalihin, 3/569]

5.Adapun makna, “Dan apabila mati seorang dari keluarga kalian maka tinggalkanlah dia”

Ada beberapa makna yang disebutkan para ulama:
- Tinggalkan pembicaraan buruk tentangnya.
- Jangan lagi mencintainya, menangisinya dan bergantung kepadanya, maksudnya jangan terlalu bersedih karena kehilangannya.
- Relakanlah ia pergi kepada Allah ta’ala, semoga ia mendapatkan kasih sayang Allah ta’ala, karena apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang baik.
- Relakanlah kematian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dan jangan menyakiti beliau, keluarga beliau, para sahabat beliau dan pengikut-pengikut beliau.
(lihat Tuhfatul Ahwadzi, 269-270)

Sumber: 💚🌹DAKWAH WITH TA'ARUF_SIAP_NIKAH_SYAR'I🌹💚

0 Response to "Orang Dekat Kita Lebih Berhak atas Kebaikan Kita"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel