-->

MUHASABAH ATAS KONDISI UMAT

Selain muhâsabah atas diri sendiri, seorang Muslim seharusnya juga melakukan muhâsabah atas kondisi umat

Secara bahasa muhâsabah bermakna perhitungan. Karena itu, bagi seorang Muslim, muhâsabah an-nafs bermakna melakukan perhitungan atas diri sendiri atau mengevaluasi diri: apakah ia telah menjalankan segenap perintah dan menjauhi larangan Allah SWT ataukah belum? 

Muhâsabah merupakan perintah Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dia perbuat untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah Mahatahu atas apa saja yang kalian kerjakan
(QS al-Hasyr [59]: 18).

Imam as-Sa’di dalam kitab tafsirnya menjelaskan, “Ayat ini adalah pangkal dalam hal muhâsabah diri. Setiap orang harus selalu mengevaluasi diri. Jika dia melihat adanya kekeliruan, dia segera melakukan koreksi dengan cara melepaskan diri dari kekeliruan tersebut. Dia segera bertobat secara sungguh-sungguh dan berpaling dari berbagai hal yang mengantarkan pada kekeliruan tersebut. Jika dia menilai dirinya banyak kekurangan dalam menunaikan perintah-perintah Allah, ia segera mengerahkan segala kemampuannya. Ia pun segera meminta pertolongan kepada Tuhannya untuk menggenapkan, menyempurnakan dan memperbagusnya. Ia juga akan membandingkan karunia dan kebaikan Allah kepada dirinya dengan segala kekurangannya (dalam ketaatan kepada-Nya, red.). Sungguh yang demikian seharusnya membuat dirinya merasa malu.”
(As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Manân, 1/853).

Muhâsabah akan menjadikan seorang Mukmin menyadari kesalahannya, segera memohon ampunan-Nya, serta bersungguh-sungguh dalam ketaatan sebagai persiapan menuju kehidupan terbaik di akhirat kelak. Nabi saw. bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا، وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلّ

Orang yang cerdas ialah orang yang selalu mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Orang yang lemah (bodoh) ialah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan kepada Allah SWT
(HR at-Tirmidzi).

‘Umar bin al-Khaththab radhiyalLâhu ‘anhu juga pernah mengatakan:

حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا، وَزِنُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَداً

Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang. Hal itu akan lebih memudahkan hisab kalian kelak (di akhirat)
(Abu Nu’aim al-Asbahani, Hilyah al-Awliyâ’, 1/25).

*Muhâsabah atas Kondisi Umat*

Selain muhâsabah atas diri sendiri, seorang Muslim seharusnya juga melakukan muhâsabah atas kondisi umat. Ia belum dikatakan beriman jika tidak memiliki kepedulian dan kecintaan kepada saudaranya. Bukankah hubungan sesama kaum Mukmin adalah laksana satu tubuh? Rasulullah saw. bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai dan menyayangi adalah bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (turut merasakan sakitnya)
(HR al-Bukhari dan Muslim).

Kenyataannya, hari ini umat masih terus terperosok ke dalam jurang kemunduran. Pangkal dari segala kerusakan ini adalah akibat pembangkangan kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)
(QS ar-Rum [30]: 41).

Imam Ali ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, Shafwah at-Tafâsîr, menjelaskan maksud ayat di atas, yakni telah tampak musibah dan bencana di permukaan bumi dan di laut disebabkan oleh kemaksiatan dan dosa-dosa manusia kepada Allah SWT.

Di negeri yang mayoritas Muslim ini bukan saja terjadi pembangkangan terhadap hukum-hukum Allah SWT. Bahkan syariah-Nya kerap distigmatisasi. Semangat dakwah untuk menegakkan agama-Nya justru dilabeli radikal dan dipandang sebagai ancaman. 

Para ulamanya juga dikriminalisasi. Misalnya Habib Rizieq Shihab dan sejumlah ustadz ditahan dengan tuduhan melanggar UU Karantina Kesehatan. Saat yang sama, sejumlah pihak lainnya, dengan pelanggaran yang sama, justru mendapatkan sanksi ringan, bahkan tidak ditahan sama sekali.

Dalam paham keagamaan, umat disodori seruan moderasi beragama. Moderasi beragama diklaim dan dipropagandakan sebagai cara beragama dan berislam yang terbaik. Lawan dari radikalisme/ekstremisme. Padahal inti dari moderasi beragama adalah semangat untuk menyembelih ajaran Islam. Untuk mengelabui umat, upaya ini dikemas dengan sebutan yang sepintas islami, yakni Islam moderat atau Islam wasathiyyah. Padahal istilah dan ajaran ini bukan berasal dari Islam. Juga tidak pernah digunakan oleh para ulama dulu. Tentu karena paham moderasi beragama murni berasal dari Barat untuk melumpuhkan ajaran Islam.

Dengan dalih moderasi beragama, para pembuat kebijakan, dibantu tokoh-tokoh agama, merasa berhak menentukan ajaran Islam yang harus dibuang dan yang tetap dipertahankan. Dengan arahan Barat, hukum-hukum Islam yang bertentangan dengan prinsip sekularisme, pluralisme, liberalisme dan demokrasi harus ditiadakan. Sebutan kafir coba ditiadakan karena dianggap bertentangan dengan ajaran pluralisme. Kebebasan seksual seperti perzinaan dan LGBT juga terus diperjuangkan. Di antaranya melalui RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) sebagai bagian dari paham liberalisme. 

Kewajiban para pelajar Muslimah menutup aurat dan berjilbab dihalang-halangi melalui pasal 34 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Intinya, sekolah tidak boleh mengimbau apalagi membuat peraturan untuk para siswi – termasuk Muslimah – agar mengenakan busana islami.

Kondisi perekonomian umat kian dicengkeram oleh sistem kapitalisme dengan lahirnya UU Omnibus Law yang menguntungkan para pengusaha, importir dan para pejabat pemburu rente. Selain dipandang merugikan kaum buruh, UU tersebut juga mengancam berbagai sektor, seperti pertanian. 

Umat juga terus dicekoki dengan monsterisasi terhadap ajaran khilafah dan jihad. Potret-potret peperangan di Dunia Islam seperti Suriah, atau ISIS di Irak, sering di-framing sebagai akibat dari seruan menegakkan Khilafah dan jihad. Penipuan ini terus dilakukan terhadap umat yang tidak paham konstelasi politik di negeri-negeri Muslim. Padahal sebenarnya beragam perang dan konflik yang terjadi sengaja dipicu oleh negara-negara penjajah, seperti AS, Inggris dan Rusia. Itu adalah di antara strategi mereka yang tengah memperebutkan ‘daging’ kaum Muslim. Para penjajah itu ingin melanggengkan hegemoni dan merampok kekayaan alam umat Islam dengan menciptakan kondisi yang tak pernah stabil di kawasan tersebut.

Jauhnya umat dari ajaran Islam adalah keuntungan bagi Barat dan sebaliknya derita bagi kaum Muslim. Barat dapat mempertahankan cengkeraman mereka terhadap Dunia Islam, khususnya di negeri ini. Ideologi kapitalisme yang berpijak pada pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) dan paham liberalisme dapat terus eksis tanpa ada yang mengusik. 

Umat pun terus dijerat dengan utang ribawi yang pada tahun ini sudah tembus angka 423,1 miliar dolar AS atau setara Rp 6.008 triliun! Artinya, setiap orang Indonesia hari ini, termasuk bayi yang lahir, diperkirakan menanggung tagihan utang sebesar Rp 24 juta!

Umat Muslim di Tanah Air juga jatuh dalam perebutan kekuasaan asing; AS dan Cina. Kedua negara besar itu terus memainkan peran politik, ekonomi dan militer baik di kawasan Laut Cina Selatan maupun di dalam negeri. Ironinya, sebagai negeri dengan jumlah Muslim terbesar di dunia, Indonesia manut saja pada kepentingan dua negara tersebut. 

Di sektor pertambangan, hampir 70 persen tambang nikel, misalnya, dimiliki perusahaan asal Cina. Beragam investasi tersebut juga membuat Indonesia menyerap banyak pengangguran di Cina. Dari level manajer hingga supir kendaraan banyak berasal dari Cina. Padahal banyak warga pribumi yang membutuhkan pekerjaan.

*Khatimah*

Karena itu, wahai kaum Muslim, sadarlah bahwa kondisi Anda sekalian hari ini sedang terpuruk. Satu-satunya solusi yang benar dan terbaik adalah dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah. Keimanan kita pada Islam tentu mengharuskan kita taat secara total pada syariah-Nya. Telah terbukti sekularisme-kapitalisme dengan oligarkinya telah merusak umat dan negeri ini. Janganlah kita mengulangi kesalahan yang sama dengan tetap mempercayai sistem kehidupan selain Islam. Jika kita tetap berkubang dalam sistem kehidupan selain Islam, tentu kita akan terus terpuruk dan tidak akan pernah bisa bangkit kembali. Sebabnya, kebangkitan dari segala keterpurukan hanyalah dengan cara kita kembali pada Islam dan totalitas syariahnya.

WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. []

---*---

*Hikmah:*

Imam Malik ra. berkata:

لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا

Tidak akan pernah bisa memperbaiki kondisi generasi akhir umat saat ini kecuali apa yang telah terbukti mampu memperbaiki kondisi generasi awal umat ini.
(Ibnu at-Taimiyah, Iqtidhâ’ ash-Shirâth al-Mustaqîm, 1/215). []

Sumber: DAKWAH ISLAM

0 Response to "MUHASABAH ATAS KONDISI UMAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel