-->

Menghawatirkan Apa yang Sudah Dijamin, Melalaikan Apa yang Belum Terjamin

Kebanyakan manusia sering terlalu menghawatirkan apa yang sudah dijamin Allah, tapi melalaikan yang belum terjamin yaitu nasib akhirat

Kebanyakan manusia sering terlalu menghawatirkan apa yang sudah dijamin Allah (rejeki, jodoh), tapi melalaikan apa yang belum terjamin yaitu nasib akhiratnya (masuk neraka atau surga). Padahal setiap manusia yang dilahirkan, Allah sudah menuliskan perkara-perkara takdirnya, termasuk didalamnya rejeki, jodoh, dan kematiannya.

Dan tinta itu sudah kering. Setiap anak manusia yang lahir dalam sebuah keluarga pasti punya rejeki sendiri, meskipun keluarganya miskin. Bahkan hewan-hewan yang tubuhnya tidak lebih sempurna dari tubuh manusia atau memiliki IQ sepandai manusia. Mereka mampu bertahan hidup. Karena Allah menjamin rejekinya.

Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman,

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semunya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
(QS. Huud [11]: 6).

Lalu kenapa manusia dengan tubuh sempurna, akal yang pandai, harus khawatir tidak bisa bertahan hidup? Mengapa bekerja keras sampai berani meninggalkan kewajiban shalat? Bukankah urusan rejeki sudah ditakdirkan alias telah dijamin? Sedangkan surga atau neraka harus diupayakan, alias belum ada jaminan.. 

Ada sebagian manusia yang bersusah payah dan berjuangan agar mendapatkan kehidupan masa depan yang baik. Ada sebagian lagi yang bersusah-payah belajar agar diterima di sekolah dan fakultas yang favorit agar mendapatkan kerja yang layak. Dan ada sebagian lainnya yang berpeluh bekerja giat meniti karir agar masa depan dan masa tua yang bahagia.

Tapi apakah mereka lupa atau sengaja melupakan bahwa, “MASA DEPAN yang paling depan adalah akhirat”. Tentu akhirat lebih layak untuk kita persiapkan. Jika masa depan dunia kita sangat perhatian dan sangat peduli bahkan bersusah-payah dengan kerja keras, mengapa untuk masa depan akhirat kita lupakan? Jika mempersiapkan pun hanya seadanya saja. Jika orang sukses dan pandai adalah orang yang mempersiapkan masa depan dunianya, demikian juga orang yang pintar dan sukses, ia akan memersiapkan masa depan akhirat sebaik mungkin.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

“Orang yang PANDAI adalah  orang yang mampu MENGEVALUASI dirinya dan beramal (mencurahkan semua potensi) untuk kepentingan SETELAH MATI. Sedangkan orang yang lemah ialah, orang yang mengikuti hawa nafsunya kemudian berangan-angan kosong kepada Allah.”
(HR.Tirmidzi)

Semoga kita termasuk orang yang selalu menyiapkan masa depan akhirat kita, karena kita tidak tahu kapan mati dan menghadapinya. Belum tentu kita mati di usia tua, karenanya siapkan bekal masa depan akhiratmu setiap saat.

Jangan Lelahkan Hidupmu untuk Dunia

Tidak sedikit orang yang karena pekerjaannya, mendapatkan income besar setiap bulannya, tapi sholat menjadi tidak sempat, mendidik anak apalagi. Ada banyak orang yang bisa wisata ke berbagai penjuru bumi, namun menyantuni anak yatim tidak pernah, peduli terhadap Muslim yang teraniaya apalagi. Dan, dibalik itu semua, ternyata mereka adalah orang yang hidup dalam ketidaktenangan, ketidakbahagiaan, dan karena itu, semakin hari hidup mereka dikendalikan oleh obsesi demi obsesi tentang materi.

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shalllallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

“Akan menimpa umatku racun umat-umat lain. Para sahabat bertanya, “Apa itu racun umat-umat lain?”

Rasulullah Shalllallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

“Bersenang-senang tanpa batas, sombong, memperbanyak harta, perlombaan di dunia, saling menjauh, saling mendengki, hingga terjadi pembangkangan, kemudian kekacauan.”
(HR. Thabrani)

Yang harus dilakukan adalah berhenti dari berlomba menumpuk kekayaan, mengutamakan penampilan dan gengsi-gengsi dalam kehidupan sosial. Padahal sejatinya hidup bukanlah soal gengsi, tetapi kemanfaatan diri bagi agama, manusia dan kehidupan.

Pepatah Arab mengatakan,

“Siapa yang berakal, niscaya ia akan ridha terhadap dunia yang hanya secukupnya. Ia tidak sibuk mengumpulkannya. Namun ia sibuk mengerjakan pekerjaan akhirat, karena akhirat adalah negeri yang pasti dan negeri kenikmatan. Sedangkan dunia adalah negeri yang fana (akan hancur). Dunia adalah penipu dan pembuat bencana.”

Anas bin Malik radhiyallahu anhu bercerita, pada suatu hari Rasulullah keluar dan memegang tangan Abu Dzar.

Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, di hadapanmu ada jalan mendaki yang sukar. Tidak ada yang mampu mendakinya, selain orang-orang yang ringan.”
Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku termasuk orang yang ringan atau orang yang berat?”
Beliau menjawab dengan bertanya, “Apakah kamu punya makanan untuk hari ini?
Ia menjawab, “Ya.”
Beliau bertanya lagi, “Dan makanan untuk esok hari?”
Ia menjawab, “Ya.”
Beliau bertanya lagi, “Dan makanan untuk esok lusa?”
Ia menjawab, “Tidak.”
Beliau bersabda, “Jika kamu punya makanan untuk tiga hari, maka kamu termasuk orang-orang yang berat.”
(HR. Thabrani).

Dr Muslih Muhammad menulis,

“Semua orang berambisi mendapatkan limpahan materi, Yang semua itu mengharuskannya untuk sibuk, yang mengakibatkan matinya hubungan sosial, shalat yang terputus, nilai-nilai yang menurun, hilangnya keamanan, serta kasih sayang dan cinta yang menguap dari kehidupan kita. Ditambah dengan berbagai racun yang melekat pada jiwa, yaitu; dengki, cemburu, tamak, pembangkangan, dan ambisi terhadap dunia dan tak menganggap akhirat.”

Lantas apa yang mesti kita jalani agar hidup tak terhimpit dunia, dan itu adalah kunci kebahagiaan hidup dunia-akhirat?

Allah Ta'ala berfirman,

“Sungguh berbahagialah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, Dan orang-orang yang menunaikan zakat, Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”
(QS. Al-Mukminun (23):24)

Inilah jalan kebahagian hakiki yang semestinya kita jalani, agar hidup tak “disiksa” dunia.
Wallahu a’lam.

Sumber: 💚🌹DAKWAH WITH TA'ARUF_SIAP_NIKAH_SYAR'I🌹💚

0 Response to "Menghawatirkan Apa yang Sudah Dijamin, Melalaikan Apa yang Belum Terjamin"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel