Celaka atau Bahagia?
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya (yang berbuat dosa), maka Allah akan bukakan baginya sebuah pintu di antara pintu-pintu taubat, penyesalan, perasaan tidak berdaya, rendah, butuh, memohon keselamatan kepada-Nya, benar-benar memulangkan urusan kepada-Nya, terus-menerus merendah, berdoa, mendekatkan diri kepada-Nya sebisa mungkin dengan berbagai bentuk amal kebaikan. Di mana itu semua pada akhirnya akan bisa mengubah dosa yang telah dia perbuat menjadi sebab datangnya rahmat baginya. Sampai-sampai si musuh Allah (yaitu setan) berkata, ‘Aduhai, andaikata aku biarkan dia (tidak menggodanya) dan tidak menjerumuskannya.’”
Inilah makna dari ucapan sebagian salaf, “Sesungguhnya seorang hamba melakukan suatu dosa, kemudian pada akhirnya justru membuatnya masuk ke dalam surga. Dan bisa jadi dia melakukan suatu kebaikan, pada akhirnya justru membuatnya masuk ke dalam neraka.”
Mereka (teman-temannya) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Salaf itu pun menjawab,
“Orang itu berbuat dosa lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapan kedua matanya. Sehingga dia terus-menerus merasa takut akan akibatnya, khawatir karenanya, penuh kegelisahan, menangisi dosanya, dan menyesalinya. Dia merasa malu kepada Rabbnya Ta’ala. Kepalanya tertunduk malu di hadapan-Nya. Hatinya pun remuk dan mengiba kepada-Nya.
Dengan demikian, dosa yang telah dilakukannya justru menjadi perantara untuk menggapai kebahagiaan dan keberuntungan hamba tersebut. Sampai-sampai dosa yang telah dia lakukan itu, jauh lebih bermanfaat baginya, daripada sekian banyak amal ketaatan. Dikarenakan hal-hal positif yang muncul karenanya. Di mana dengan itu semua, seorang hamba bisa meraih kebahagiaan dan keberuntungan dirinya. Pada akhirnya dosanya itu justru mengantarkan dirinya masuk ke dalam surga.
Sumber: DAKWAH ISLAM
0 Response to "Celaka atau Bahagia?"
Post a Comment